Rabu, 30 Mei 2012

Sved Mann: Gangster yang Menangis karena Alquran

Sved mengikrarkan syahadat sebelas tahun lalu, dan mengganti nama depannya menjadi Sayed. Sejak itu, ia banyak membaca untuk memperdalam pengenalannya pada Islam. Dari sang imam yang pernah meragukannya, Sayed belajar membaca Alquran. Ia juga mempelajari bahasa Arab untuk dapat memahami Kitabullah tersebut. Bagi Sayed, Islam adalah menyerahkan keinginan diri di bawah kehendak Tuhan. “Mengapa aku mau melakukannya? Karena dengan itu nanti aku akan bertemu dengan Pencipta-ku dan surga-Nya, agar aku berhak atas itu. Itulah Islam menurutku saat ini," ujarnya saat ditanya tentang esensi Islam. Karena itu, sejak bersyahadat, Sayed tak mau meninggalkan shalat lima waktu dengan alasan apapun. Shalat baginya adalah keluar dan mengistirahatkan diri sejenak dari dunia dan seluruh isinya. “Kita membersihkan diri dan menghadap Sang Pencipta.” Ia menambahkan, shalat tak menjadi masalah bagi segala aktivitasnya. “Tak ada alasan untuk meninggalkannya. Setiap orang pasti bisa menemukan tempat untuk berwudhu, membasuh diri, dan mendirikan shalat," tambahnya. Kini, selain ketenangan dan keteraturan hidup, Sayed mengaku menemukan hal berharga lainnya dalam Islam. “Ketika kamu menjadi seorang Muslim, kamu mungkin kehilangan teman, tetapi kamu mendapatkan saudara," ujarnya. Setelah berislam, Sayed merasa menemukan keluarga baru dan saat itu juga menjadi anggotanya. “Itu sesuatu yang tidak bisa kuperoleh dari gereja-gereja di Jerman.” Sved menemukan keyakinannya setelah berdiskusi panjang dengan kawan dekatnya itu suatu malam. Setelah membicarakan banyak hal tentang Islam, kata Sved, ia segera memiliki keinginan untuk pergi pergi ke masjid bersama sang teman. Ia menambahkan, keterpanggilannya untuk memilih Islam turut dipengaruhi oleh pengalamannya pada suatu subuh, di mana ia mendengar seorang anak membaca Alquran. “Tiba-tiba aku menangis, tak tahu kenapa. Aku tak mengerti bahasa Arab, tidak memahami apa yang dibacanya. Tapi seolah hatiku secara jelas memahaminya,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca. Ia menambahkan, peristiwa itu terasa begitu ajaib baginya yang tak lain seorang yang akrab dengan jalanan. “Itu pengalaman yang luar biasa. Aku adalah seorang gangster dan tiba-tiba bisa menangis.” *** Ketika sebuah proyek independen pembuatan film dokumenter tentang agama dan budaya di Jerman menemuinya bertanya tentang perpindahan agamanya, Sved menjawab, “Aku tidak akan mengatakan bahwa aku berpindah agama. Mereka hanya menjelaskan banyak hal tentang Islam padaku dan aku mencoba memahaminya,” katanya. Ia melanjutkan, “Tidak ada perpindahan agama dalam Islam. Allah juga berkata dalam Alquran, ‘Tidak ada paksaan dalam agama (QS. Al-Baqarah: 256),” jawabnya ringan. Ia menuturkan, sebelum mengamalkan ajaran Islam dirinya telah melakukan pencarian, namun tak meluangkan cukup waktu untuk itu. “Tapi aku selalu percaya Tuhan. Dan aku senang akhirnya menemukan Islam.” Sved tampak tak ingin memusingkan alasan di balik pilihannya pada Islam. “Aku lebih suka mendeskripsikan keislamanku dengan ‘seseorang telah mengenalkanku pada Islam dan aku menuju agama itu,” katanya. “Karena pada akhirnya semuanya adalah Islam,” tandas Sved, berusaha menekankan jawabannya pada makna kata Islam, yakni berserah diri. Ia tersenyum.

0 komentar:

Posting Komentar